Rabu, 22 April 2020

UU no.6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 2018


TENTANG


KEKARANTINAAN KESEHATAN


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :
a. bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya diperlukan adanya
pelindungan kesehatan bagi seluruh masyarakat
Indonesia yang tersebar di berbagai pulau besar
maupun kecil yang terletak pada posisi yang sangat
strategis dan berada pada jalur perdagangan
internasional, yang berperan penting dalam lalu lintas
orang dan barang;
b. bahwa kemajuan teknologi transportasi dan era
perdagangan bebas dapat berisiko menimbulkan
gangguan kesehatan dan penyakit baru atau penyakit
lama yang muncul kembali dengan penyebaran yang
lebih cepat dan berpotensi menimbulkan kedaruratan
kesehatan masyarakat, sehingga menuntut adanya
upaya cegah tangkal penyakit dan faktor risiko
kesehatan yang komprehensif dan terkoordinasi, serta
membutuhkan sumber daya, peran serta masyarakat,
dan kerja sama internasional;
c. bahwa sebagai bagian dari masyarakat dunia,
Indonesia berkomitmen melakukan upaya untuk
mencegah terjadinya kedaruratan kesehatan
masyarakat yang meresahkan dunia sebagaimana
yang diamanatkan dalam regulasi internasional di
bidang kesehatan, dan dalam melaksanakan amanat
ini Indonesia harus menghormati sepenuhnya
martabat, hak asasi manusia, dasar-dasar kebebasan
seseorang, dan penerapannya secara universal;
d. bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang
Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1962 tentang Karantina Udara sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan
hukum dalam masyarakat, sehingga perlu dicabut dan
diganti dengan undang-undang yang baru mengenai
kekarantinaan kesehatan;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf
d, perlu membentuk Undang-Undang tentang
Kekarantinaan Kesehatan;


Mengingat :
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28 H ayat (1), Pasal 34 ayat
(3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;


Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


MEMUTUSKAN:


Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEKARANTINAAN
KESEHATAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1


Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah dan
menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau
faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi
menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
2. Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah kejadian
kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan
ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau
kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir,
pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme,
dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan
berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara.
3. Pintu Masuk adalah tempat masuk dan keluarnya alat
angkut, orang, dan/atau barang, baik berbentuk
pelabuhan, bandar udara, maupun pos lintas batas
darat negara.
4. Alat Angkut adalah kapal, pesawat udara, dan
kendaraan darat yang digunakan dalam melakukan
perjalanan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
5. Barang adalah produk nyata, hewan, tumbuhan, dan
jenazah atau abu jenazah yang dibawa dan/atau
dikirim melalui perjalanan, termasuk benda/alat yang
digunakan dalam Alat Angkut.
6. Karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau
pemisahan seseorang yang terpapar penyakit menular
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundangundangan
meskipun belum menunjukkan gejala
apapun atau sedang berada dalam masa inkubasi,
dan/atau pemisahan peti kemas, Alat Angkut, atau
Barang apapun yang diduga terkontaminasi dari orang
dan/atau Barang yang mengandung penyebab
penyakit atau sumber bahan kontaminasi lain untuk
mencegah kemungkinan penyebaran ke orang
dan/atau Barang di sekitarnya.
7. Isolasi adalah pemisahan orang sakit dari orang sehat
yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk
mendapatkan pengobatan dan perawatan.
8. Karantina Rumah adalah pembatasan penghuni dalam
suatu rumah beserta isinya yang diduga terinfeksi
penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa
untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit
atau kontaminasi.
9. Karantina Rumah Sakit adalah pembatasan seseorang
dalam rumah sakit yang diduga terinfeksi penyakit
dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk
mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau
kontaminasi.
10. Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk
dalam suatu wilayah termasuk wilayah Pintu Masuk
beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit
dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk
mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau
kontaminasi.
11. Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan
kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang
diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi
sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan
penyebaran penyakit atau kontaminasi.
12. Status Karantina adalah keadaan Alat Angkut, orang,
dan Barang yang berada di suatu tempat untuk
dilakukan Kekarantinaan Kesehatan.
13. Zona Karantina adalah area atau tempat tertentu
untuk dapat menyelenggarakan tindakan
Kekarantinaan Kesehatan.
14. Persetujuan Karantina Kesehatan adalah surat
pernyataan yang diberikan oleh pejabat karantina
kesehatan kepada penanggung jawab Alat Angkut
yang berupa pernyataan persetujuan bebas karantina
atau persetujuan karantina terbatas.
15. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis
tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga
mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda
termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis,
kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung
dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.
16. Pesawat Udara adalah setiap mesin atau alat yang
dapat terbang di atmosfer karena gaya angkat dari
reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi udara
terhadap permukaan bumi yang digunakan untuk
penerbangan.
17. Kendaraan Darat adalah suatu sarana angkut di darat
yang terdiri atas kendaraan bermotor termasuk
kendaraan yang berjalan di atas rel dan kendaraan
tidak bermotor.
18. Awak Kapal yang selanjutnya disebut Awak adalah
orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas Kapal
oleh pemilik atau operator Kapal untuk melakukan
tugas di atas Kapal sesuai dengan jabatannya yang
tercantum dalam buku sijil.
19. Personel Pesawat Udara yang selanjutnya disebut
Personel adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan
di atas Pesawat Udara oleh pemilik atau operator
Pesawat Udara untuk melakukan tugas di atas
Pesawat Udara.
20. Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang
menjadi pemimpin tertinggi di Kapal dan mempunyai
wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
21. Kapten Penerbang adalah penerbang yang ditugaskan
oleh perusahaan atau pemilik Pesawat Udara untuk
memimpin penerbangan dan bertanggung jawab
penuh terhadap keselamatan penerbangan selama
pengoperasian Pesawat Udara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
22. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan
dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu
sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat
Kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau
bongkar muat Barang, berupa terminal dan tempat
berlabuh Kapal yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan
penunjang pelabuhan serta sebagai tempat
perpindahan intra dan antarmoda transportasi.
23. Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau
perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan
sebagai tempat Pesawat Udara mendarat dan lepas
landas, naik turun penumpang, bongkar muat Barang,
dan tempat perpindahan intra dan antarmoda
transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan dan keamanan penerbangan, serta
fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.
24. Pos Lintas Batas Darat Negara adalah Pintu Masuk
orang, Barang, dan Alat Angkut melalui darat lintas
negara.
25. Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan adalah
kegiatan pemeriksaan dokumen karantina kesehatan
dan faktor risiko kesehatan masyarakat terhadap Alat
Angkut, orang, serta Barang oleh pejabat karantina
kesehatan.
26. Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat adalah hal,
keadaan, atau peristiwa yang dapat mempengaruhi
kemungkinan timbulnya pengaruh buruk terhadap
kesehatan masyarakat.
27. Terjangkit adalah kondisi seseorang yang menderita
penyakit yang dapat menjadi sumber penular penyakit
yang berpotensi menyebabkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat.
28. Terpapar adalah kondisi orang, Barang, atau Alat
Angkut yang terpajan, terkontaminasi, dalam masa
inkubasi, insektasi, pestasi, ratisasi, termasuk kimia
dan radiasi.
29. Pejabat Karantina Kesehatan adalah pegawai negeri
sipil yang bekerja di bidang kesehatan yang diberi
kewenangan oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan untuk
melaksanakan Kekarantinaan Kesehatan.
30. Dokumen Karantina Kesehatan adalah surat
keterangan kesehatan yang dimiliki setiap Alat
Angkut, orang, dan Barang yang memenuhi
persyaratan baik nasional maupun internasional.
31. Setiap Orang adalah orang perseorangan dan/atau
badan, baik yang berbentuk badan hukum maupun
tidak berbadan hukum.
32. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kekarantinaan
Kesehatan yang selanjutnya disebut PPNS
Kekarantinaan Kesehatan adalah pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh Undang-Undang ini untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang Kekarantinaan
Kesehatan.
33. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden
dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
34. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom.
35. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Pasal 2
Kekarantinaan Kesehatan diselenggarakan dengan
berasaskan:
a. perikemanusiaan;
b. manfaat;c. pelindungan;
d. keadilan;
e. nondiskriminatif;
f. kepentingan umum;
g. keterpaduan;
h. kesadaran hukum; dan
i. kedaulatan negara.
Pasal 3
Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan bertujuan untuk:
a. melindungi masyarakat dari penyakit dan/atau Faktor
Risiko Kesehatan Masyarakat yang berpotensi
menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat;
b. mencegah dan menangkal penyakit dan/atau Faktor
Risiko Kesehatan Masyarakat yang berpotensi
menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat;
c. meningkatkan ketahanan nasional di bidang
kesehatan masyarakat; dan
d. memberikan pelindungan dan kepastian hukum bagi
masyarakat dan petugas kesehatan.

BAB II
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH

Pasal 4

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung
jawab melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit
dan/atau Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat yang
berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat melalui penyelenggaraan Kekarantinaan
Kesehatan.

Pasal 5

(1) Pemerintah Pusat bertanggung jawab
menyelenggarakan Kekarantinaan Kesehatan di Pintu
Masuk dan di wilayah secara terpadu.
(2) Dalam menyelenggarakan Kekarantinaan Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
Pusat dapat melibatkan Pemerintah Daerah.

Pasal 6

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung
jawab terhadap ketersediaan sumber daya yang diperlukan
dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.

BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 7

Setiap Orang mempunyai hak memperoleh perlakuan yang
sama dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.

Pasal 8

Setiap Orang mempunyai hak mendapatkan pelayanan
kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan
pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya
selama Karantina.

Pasal 9
 
(1) Setiap Orang wajib mematuhi penyelenggaraan
Kekarantinaan Kesehatan.
(2) Setiap Orang berkewajiban ikut serta dalam
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.

BAB IV
KEDARURATAN KESEHATAN MASYARAKAT

Pasal 10

(1) Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
(2) Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut
penetapan Pintu Masuk dan/atau wilayah di dalam
negeri yang Terjangkit Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat.
(3) Sebelum menetapkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat, Pemerintah Pusat terlebih dahulu
menetapkan jenis penyakit dan faktor risiko yang
dapat menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan
dan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11

(1) Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan pada
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dilaksanakan oleh
Pemerintah Pusat secara cepat dan tepat berdasarkan
besarnya ancaman, efektivitas, dukungan sumber
daya, dan teknik operasional dengan
mempertimbangkan kedaulatan negara, keamanan,
ekonomi, sosial, dan budaya.
(2) Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berkoordinasi dan bekerja sama dengan dunia
internasional.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanggulangan
 Kedaruratan Kesehatan Masyarakat diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 12

Dalam hal Kedaruratan Kesehatan Masyarakat merupakan
kejadian yang meresahkan dunia, Pemerintah Pusat
memberitahukan kepada pihak internasional sesuai dengan
ketentuan hukum internasional.

Pasal 13

(1) Pada kejadian Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
yang meresahkan dunia, Pemerintah Pusat melakukan
komunikasi, koordinasi, dan kerja sama dengan
negara lain dan/atau organisasi internasional.
(2) Komunikasi, koordinasi, dan kerja sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab, gejala dan tanda, faktor
yang mempengaruhi, dan dampak yang ditimbulkan,
serta tindakan yang harus dilakukan.

Pasal 14

(1) Dalam keadaan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
yang meresahkan dunia, Pemerintah Pusat dapat
menetapkan Karantina Wilayah di Pintu Masuk.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pelaksanaan Karantina Wilayah di Pintu Masuk
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

BAB V
KEKARANTINAAN KESEHATAN
DI PINTU MASUK DAN DI WILAYAH

Pasal 15

(1) Kekarantinaan Kesehatan di Pintu Masuk dan di
wilayah dilakukan melalui kegiatan pengamatan
penyakit dan Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat
terhadap Alat Angkut, orang, Barang, dan/atau
lingkungan, serta respons terhadap Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat dalam bentuk tindakan
Kekarantinaan Kesehatan.
(2) Tindakan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. Karantina, Isolasi, pemberian vaksinasi atau
profilaksis, rujukan, disinfeksi, dan/atau
dekontaminasi terhadap orang sesuai indikasi;
b. Pembatasan Sosial Berskala Besar;
c. disinfeksi, dekontaminasi, disinseksi, dan/atau
deratisasi terhadap Alat Angkut dan Barang;
dan/atau
d. penyehatan, pengamanan, dan pengendalian
terhadap media lingkungan.
(3) Penyehatan, pengamanan, dan pengendalian terhadap
media lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf d dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan
Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 16

(1) Tindakan Kekarantinaan Kesehatan terhadap Alat
Angkut, orang, Barang, dan/atau lingkungan
ditetapkan oleh Pejabat Karantina Kesehatan.
(2) Tindakan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pejabat
Karantina Kesehatan.
(3) Tindakan Kekarantinaan Kesehatan tertentu dapat
dilakukan oleh badan usaha atau instansi yang
ditetapkan oleh Menteri.
(4) Dalam situasi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat,
tindakan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pejabat
Karantina Kesehatan.
(5) Dalam pelaksanaan tindakan Kekarantinaan
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
Pejabat Karantina Kesehatan harus berkoordinasi
dengan pihak yang terkait.

Pasal 17

Kekarantinaan Kesehatan di Pintu Masuk diselenggarakan
di Pelabuhan, Bandar Udara, dan Pos Lintas Batas Darat Negara.

Pasal 18

(1) Kekarantinaan Kesehatan di wilayah diselenggarakan
di tempat atau lokasi yang diduga Terjangkit penyakit
menular dan/atau Terpapar Faktor Risiko Kesehatan
Masyarakat yang dapat menimbulkan Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat.
(2) Penentuan tempat atau lokasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) didasarkan pada hasil penyelidikan
epidemiologi dan/atau pengujian laboratorium.
(3) Tempat atau lokasi penyelenggaraan Kekarantinaan
Kesehatan di wilayah dapat berupa rumah, area, dan
rumah sakit.

BAB VI
PENYELENGGARAAN KEKARANTINAAN KESEHATAN
DI PINTU MASUK

Bagian Kesatu
Pengawasan di Pelabuhan

Paragraf 1
Kedatangan Kapal

Pasal 19

(1) Setiap Kapal yang:a. datang dari luar negeri;
b. datang dari Pelabuhan wilayah Terjangkit di
dalam negeri; atau
c. mengambil orang dan/atau Barang dari Kapal
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf
b, berada dalam Status Karantina.
(2) Nakhoda pada Kapal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib memberikan Deklarasi Kesehatan
Maritim (Maritime Declaration of Health) kepada
Pejabat Karantina Kesehatan pada saat kedatangan
Kapal.
(3) Nakhoda pada Kapal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya dapat menurunkan atau menaikkan
orang dan/atau Barang setelah dilakukan Pengawasan
Kekarantinaan Kesehatan oleh Pejabat Karantina
Kesehatan.
(4) Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk memperoleh
Persetujuan Karantina Kesehatan.
(5) Persetujuan Karantina Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) berupa:
a. persetujuan bebas karantina, dalam hal tidak
ditemukan penyakit dan/atau faktor risiko yang
berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat dan/atau Dokumen Karantina
Kesehatan dinyatakan lengkap dan berlaku; dan
b. persetujuan karantina terbatas, dalam hal
ditemukan penyakit dan/atau faktor risiko yang
berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat dan/atau Dokumen Karantina
Kesehatan dinyatakan tidak lengkap dan tidak
berlaku.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata laksana
Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan di Pelabuhan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 20

Kapal yang memperoleh persetujuan karantina terbatas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5) huruf b
harus dilakukan tindakan Kekarantinaan Kesehatan
dan/atau penerbitan atau pembaruan Dokumen Karantina
Kesehatan.

Pasal 21

Nakhoda menyampaikan permohonan untuk memperoleh
Persetujuan Karantina Kesehatan atau memberitahukan
suatu keadaan di Kapal dengan memakai isyarat sebagai
berikut:
a. pada siang hari berupa:
1. Bendera Q, yang berarti Kapal saya sehat atau
saya minta Persetujuan Karantina Kesehatan;
2. Bendera Q di atas panji pengganti kesatu, yang
berarti Kapal saya tersangka; dan
3. Bendera Q di atas Bendera L, yang berarti Kapal
saya Terjangkit; dan
b. pada malam hari berupa lampu merah di atas lampu
putih dengan jarak maksimum 1,80 (satu koma
delapan nol) meter, yang berarti saya belum mendapat
Persetujuan Karantina Kesehatan.

Pasal 22

(1) Jika dalam waktu berlakunya Persetujuan Karantina
Kesehatan timbul suatu kematian atau penyakit yang
berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat maka Persetujuan Karantina Kesehatan
dapat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(2) Kapal yang Persetujuan Karantina Kesehatannya
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib menuju ke suatu Zona
Karantina untuk mendapat tindakan Kekarantinaan
Kesehatan.

Pasal 23

(1) Kapal yang tidak mematuhi peraturan Kekarantinaan
Kesehatan tidak diberikan Persetujuan Karantina
Kesehatan.
(2) Kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diperintahkan supaya berangkat lagi atas tanggungan
sendiri dan tidak diberikan izin memasuki Pelabuhan
lain di wilayah Indonesia.
(3) Kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
izin untuk mengambil bahan bakar, air, dan bahan
makanan di bawah pengawasan Pejabat Karantina
Kesehatan.

Pasal 24

Kekarantinaan Kesehatan terhadap kapal perang, kapal
negara, dan kapal tamu negara diatur dengan Peraturan
Menteri berkoordinasi dengan menteri atau lembaga
terkait.
Paragraf 2Keberangkatan Kapal

Pasal 25

(1) Sebelum keberangkatan Kapal, Nakhoda wajib
melengkapi Dokumen Karantina Kesehatan yang
masih berlaku.
(2) Setelah Dokumen Karantina Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dinyatakan lengkap dan pada
pemeriksaan oleh Pejabat Karantina Kesehatan tidak
ditemukan indikasi Faktor Risiko Kesehatan
Masyarakat maka kepada Nakhoda dapat diberikan
Surat Persetujuan Berlayar Karantina Kesehatan (Port
Health Quarantine Clearance).
(3) Dalam hal Kapal yang akan berangkat tidak dilengkapi
dengan Surat Persetujuan Berlayar Karantina
Kesehatan (Port Health Quarantine Clearance)
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), syahbandar
dilarang menerbitkan surat persetujuan berlayar.

Pasal 26

(1) Apabila pada saat keberangkatan Kapal ditemukan
adanya Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat maka
terhadap Kapal tersebut dilakukan tindakan
Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (2).
(2) Untuk Pelabuhan yang tidak memungkinkan
dilakukan tindakan Kekarantinaan Kesehatan maka
harus dilakukan di Pelabuhan tujuan berikutnya.

Bagian Kedua
Pengawasan di Bandar Udara

Paragraf 1
Kedatangan Pesawat Udara

Pasal 27

Setiap Pesawat Udara yang datang dari luar negeri berada
dalam Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan.

Pasal 28

(1) Setiap Pesawat Udara yang:a. datang dari Bandar Udara wilayah yang
Terjangkit;
b. terdapat orang hidup atau mati yang diduga
Terjangkit; dan/atau
c. terdapat orang dan/atau Barang diduga Terpapar
di dalam Pesawat Udara,
berada dalam Status Karantina.
(2) Kapten Penerbang wajib segera melaporkan mengenai
keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
petugas lalu lintas udara untuk diteruskan kepada
Pejabat Karantina Kesehatan di Bandar Udara tujuan
dengan menggunakan teknologi telekomunikasi.
Pasal 29

(1) Setelah kedatangan Pesawat Udara, Kapten Penerbang
melalui pengelola Bandar Udara wajib memberikan
dokumen Deklarasi Kesehatan Penerbangan (Health
Part of the Aircraft General Declaration) kepada Pejabat
Karantina Kesehatan.
(2) Dalam hal kedatangan Pesawat Udara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), Kapten Penerbang
wajib secara langsung memberikan dokumen
Deklarasi Kesehatan Penerbangan (Health Part of the
Aircraft General Declaration) kepada Pejabat Karantina
Kesehatan.

Pasal 30

(1) Kapten Penerbang pada Pesawat Udara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 hanya dapat
menurunkan atau menaikkan orang dan/atau Barang
setelah dilakukan Pengawasan Kekarantinaan
Kesehatan oleh Pejabat Karantina Kesehatan.
(2) Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memperoleh
Persetujuan Karantina Kesehatan.
(3) Persetujuan Karantina Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
a. persetujuan bebas karantina, dalam hal tidak
ditemukan penyakit dan/atau faktor risiko yang
berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat dan/atau Dokumen Karantina
Kesehatan dinyatakan lengkap dan berlaku; dan
b. persetujuan karantina terbatas, dalam hal
ditemukan penyakit dan/atau faktor risiko yang
berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat dan/atau Dokumen Karantina
Kesehatan dinyatakan tidak lengkap dan tidak
berlaku.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata laksana
Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan di Bandar
Udara diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 31

Pesawat Udara yang memperoleh persetujuan karantina
terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3)
huruf b harus dilakukan tindakan Kekarantinaan
Kesehatan dan/atau penerbitan atau pembaruan Dokumen
Karantina Kesehatan.

Pasal 32

Kekarantinaan Kesehatan terhadap pesawat udara perang,
pesawat udara negara, dan pesawat udara tamu negara
diatur dengan Peraturan Menteri berkoordinasi dengan
menteri atau lembaga terkait.
Paragraf 2Keberangkatan Pesawat Udara

Pasal 33

Sebelum keberangkatan Pesawat Udara, Kapten Penerbang
wajib melengkapi Dokumen Karantina Kesehatan sesuai
standar Kekarantinaan Kesehatan.

Pasal 34

Pesawat Udara yang ditemukan Faktor Risiko Kesehatan
Masyarakat harus dilakukan tindakan Kekarantinaan
Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2).

Bagian Ketiga
Pengawasan di Pos Lintas Batas Darat Negara

Paragraf 1
Kedatangan Kendaraan Darat

Pasal 35

(1) Setiap Kendaraan Darat yang:a. datang dari wilayah yang
Terjangkit;
b. terdapat orang hidup atau mati yang diduga
Terjangkit; dan/atau
c. terdapat orang atau Barang diduga Terpapar di
dalam Kendaraan Darat,
berada dalam Status Karantina.
(2) Kendaraan Darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dilakukan Pengawasan Kekarantinaan
Kesehatan sebelum menurunkan atau menaikkan
orang dan/atau Barang.
(3) Kendaraan Darat yang ditemukan Faktor Risiko
Kesehatan Masyarakat pada Pengawasan
Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus dilakukan tindakan Kekarantinaan
Kesehatan.
(4) Setiap Kendaraan Darat di luar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sewaktu-waktu
dapat dilakukan pemeriksaan Faktor Risiko Kesehatan
Masyarakat oleh Pejabat Karantina Kesehatan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan
Kekarantinaan Kesehatan di Pos Lintas Batas Darat
Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.

Pasal 36

(1) Setelah kedatangan Kendaraan Darat, pengemudi
wajib memberikan dokumen Deklarasi Kesehatan
Perlintasan Darat (Ground Crossing Declaration of
Health) kepada Pejabat Karantina Kesehatan.
(2) Kendaraan Darat yang tidak ditemukan Faktor Risiko
Kesehatan Masyarakat dan/atau dokumen Deklarasi
Kesehatan Perlintasan Darat (Ground Crossing
Declaration of Health) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dinyatakan lengkap diberikan Persetujuan
Karantina Kesehatan oleh Pejabat Karantina
Kesehatan.

Paragraf 2
Keberangkatan Kendaraan Darat

Pasal 37

(1) Sebelum keberangkatan Kendaraan Darat, pengemudi
wajib melengkapi Dokumen Karantina Kesehatan yang
masih berlaku.
(2) Setelah Dokumen Karantina Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dinyatakan lengkap dan tidak
ditemukan indikasi Faktor Risiko Kesehatan
Masyarakat maka kepada pengemudi dapat diberikan
Persetujuan Karantina Kesehatan.
(3) Kendaraan Darat yang ditemukan Faktor Risiko
Kesehatan Masyarakat harus dilakukan tindakan
Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (2).
Bagian Keempat
Pengawasan Awak, Personel, dan Penumpang

Pasal 38

(1) Awak, Personel, dan penumpang yang Terjangkit
dan/atau Terpapar berdasarkan informasi awal
mengenai deklarasi kesehatan, pada saat kedatangan
dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh Pejabat
Karantina Kesehatan yang berwenang di atas Alat
Angkut.
(2) Awak, Personel, dan/atau penumpang yang Terjangkit
dilakukan tindakan Kekarantinaan Kesehatan sesuai
indikasi.
(3) Awak, Personel, dan/atau penumpang yang Terpapar
dilakukan tindakan sesuai dengan prosedur
penanggulangan kasus.
(4) Terhadap Awak, Personel, dan/atau penumpang yang
tidak Terjangkit dan/atau tidak Terpapar dapat
melanjutkan perjalanannya dan diberikan kartu
kewaspadaan kesehatan.
(5) Jika ditemukan Awak, Personel, dan/atau penumpang
yang Terjangkit dan/atau Terpapar, Pejabat Karantina
Kesehatan harus langsung berkoordinasi dengan
pihak yang terkait.

Pasal 39

(1) Setiap orang yang datang dari negara dan/atau
wilayah Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang
meresahkan dunia dan/atau endemis, Pejabat
Karantina Kesehatan melakukan:
a. penapisan;
b. pemberian kartu kewaspadaan kesehatan;
c. pemberian informasi tentang cara pencegahan,
pengobatan, dan pelaporan suatu kejadian
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang
meresahkan dunia; dan
d. pengambilan spesimen dan/atau sampel.
(2) Apabila hasil penapisan terhadap orang ditemukan
gejala klinis sesuai dengan jenis penyakit Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat yang meresahkan dunia,
Pejabat Karantina Kesehatan melakukan rujukan dan
Isolasi.

Pasal 40

Dalam hal orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
dan Pasal 39 tidak bersedia dilakukan tindakan
Kekarantinaan Kesehatan, Pejabat Karantina Kesehatan
berwenang mengeluarkan rekomendasi kepada pejabat
imigrasi untuk dilakukan deportasi.

Pasal 41

(1) Setiap Awak, Personel, dan penumpang:
a. yang datang dari negara endemis, negara
Terjangkit, dan/atau negara yang mewajibkan
adanya vaksinasi; atau
b. yang akan berangkat ke negara endemis, negara
Terjangkit, dan/atau negara yang mewajibkan
adanya vaksinasi,
wajib memiliki sertifikat vaksinasi internasional yang
masih berlaku.
(2) Setiap Awak, Personel, dan/atau penumpang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang
tidak memiliki sertifikat vaksinasi internasional
dilakukan tindakan Kekarantinaan Kesehatan oleh
Pejabat Karantina Kesehatan.
(3) Setiap Awak, Personel, dan/atau penumpang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang
tidak memiliki sertifikat vaksinasi internasional,
dilakukan penundaan keberangkatannya oleh Pejabat
Karantina Kesehatan.
(4) Terhadap Awak, Personel, dan/atau penumpang
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diberikan
vaksinasi sesuai persyaratan dan standar yang
berlaku.
(5) Ketentuan mengenai tata laksana vaksinasi dan
pemberian sertifikat vaksinasi internasional diatur
dengan Peraturan Menteri.
(6) Apabila Awak, Personel, dan/atau penumpang
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menolak
pemberian vaksin maka Pejabat Karantina Kesehatan
berwenang mengeluarkan rekomendasi kepada pejabat
imigrasi untuk dilakukan pembatalan
pemberangkatan.

Pasal 42

(1) Setiap Awak, Personel, dan penumpang yang akan
berangkat harus dilakukan pengawasan.
(2) Pada saat pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditemukan Awak, Personel, dan/atau
penumpang memiliki Faktor Risiko Kesehatan
Masyarakat, Pejabat Karantina Kesehatan harus
melakukan pemeriksaan medis.
(3) Jika hasil pemeriksaan medis sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), ditemukan penyakit yang berpotensi
menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat,
dan/atau tidak dipenuhi persyaratan kesehatan
penerbangan atau pelayaran pada Awak, Personel,
dan/atau penumpang, Pejabat Karantina Kesehatan
harus merekomendasikan kepada maskapai
penerbangan atau agen pelayaran untuk menunda
keberangkatan Awak, Personel, dan/atau penumpang
tersebut dan harus segera melakukan tindakan
Kekarantinaan Kesehatan.

Pasal 43

(1) Penundaan keberangkatan orang karena tidak
memiliki sertifikat vaksinasi internasional dan/atau
dikenakan tindakan Kekarantinaan Kesehatan
dilakukan dengan berkoordinasi dengan pihak
imigrasi.
(2) Terhadap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib diberikan penjelasan oleh Pejabat Karantina
Kesehatan.
Bagian KelimaPengawasan Barang

Pasal 44

Setiap Barang yang memiliki Faktor Risiko Kesehatan
Masyarakat dalam Alat Angkut yang berada dalam Status
Karantina, Pejabat Karantina Kesehatan melakukan
tindakan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (2) huruf c dan huruf d berkoordinasi
dengan pihak yang terkait.

Pasal 45

(1) Jenazah dan/atau abu jenazah dalam Alat Angkut
dilakukan pemeriksaan terhadap dokumen penyebab
kematian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Jika pada pemeriksaan dokumen penyebab kematian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapatkan:
a. dokumen tidak lengkap maka penanggung jawab
Alat Angkut harus melengkapi dokumen sesuai
dengan persyaratan yang berlaku;
b. jenazah dan/atau abu jenazah tidak sesuai
dengan dokumen maka Pejabat Karantina
Kesehatan dapat berkoordinasi dengan pihak
yang terkait; dan/atau
c. Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat maka
Pejabat Karantina Kesehatan melakukan
tindakan Kekarantinaan Kesehatan.
(3) Jika hasil pemeriksaan tidak didapatkan Faktor Risiko
Kesehatan Masyarakat atau setelah dilakukan
tindakan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c, Pejabat Karantina
Kesehatan memberikan surat persetujuan keluar atau
masuk jenazah dan/atau abu jenazah dari Pelabuhan,
Bandar Udara, atau Pos Lintas Batas Darat Negara.

Pasal 46

(1) Jika terdapat Awak, Personel, dan/atau penumpang
yang meninggal dalam Alat Angkut yang datang,
Pejabat Karantina Kesehatan melakukan pemeriksaan
jenazah untuk mengetahui penyebab kematian.
(2) Dalam hal penyebab kematian berdasarkan hasil
pemeriksaan jenazah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan penyakit yang memiliki risiko
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat maka dilakukan tindakan
Kekarantinaan Kesehatan.
(3) Terhadap jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikirim ke rumah sakit untuk dilakukan
pemulasaraan jenazah.

Pasal 47

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan Barang
dalam Alat Angkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
sampai dengan Pasal 46 diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Keenam Sanksi Administratif

Pasal 48

(1) Setiap Nakhoda yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) atau
Pasal 21 dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan;
b. denda administratif; dan/atau
c. pencabutan izin.
(2) Setiap Kapten Penerbang yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) atau
Pasal 29 dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan;
b. denda administratif; dan/atau
c. pencabutan izin.
(3) Setiap Nakhoda yang tidak melengkapi Dokumen
Karantina Kesehatan sehingga dikeluarkan
persetujuan karantina terbatas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5) huruf b dikenai
denda administratif.
(4) Setiap Kapten Penerbang yang tidak melengkapi
Dokumen Karantina Kesehatan sehingga dikeluarkan
persetujuan karantina terbatas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) huruf b dikenai
denda administratif.
(5) Setiap pengemudi atau penanggung jawab
kendaraan darat yang tidak melengkapi Dokumen Karantina
Kesehatan sehingga tidak diberikan Persetujuan
Karantina Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan;
b. denda administratif; dan/atau
c. pencabutan izin.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

BAB VII
PENYELENGGARAAN KEKARANTINAAN KESEHATAN
DI WILAYAH

Bagian KesatuUmum

Pasal 49

(1) Dalam rangka melakukan tindakan mitigasi faktor
risiko di wilayah pada situasi Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat dilakukan Karantina Rumah, Karantina
Wilayah, Karantina Rumah Sakit, atau Pembatasan
Sosial Berskala Besar oleh Pejabat Karantina
Kesehatan.
(2) Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina
Rumah Sakit, atau Pembatasan Sosial Berskala Besar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
didasarkan pada pertimbangan epidemiologis,
besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber
daya, teknis operasional, pertimbangan ekonomi,
sosial, budaya, dan keamanan.
(3) Karantina Wilayah dan Pembatasan Sosial Berskala
Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh Menteri.

Bagian Kedua
Karantina Rumah

Pasal 50

(1) Karantina Rumah dilaksanakan pada situasi
ditemukannya kasus Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat yang terjadi hanya di dalam satu rumah.
(2) Karantina Rumah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan terhadap seluruh orang dalam
rumah, Barang, atau Alat Angkut yang terjadi kontak
erat dengan kasus.
(3) Terhadap kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dirujuk ke rumah sakit yang memiliki kemampuan
menangani kasus.

Pasal 51


(1) Pejabat Karantina Kesehatan wajib memberikan
penjelasan kepada penghuni rumah sebelum
melaksanakan tindakan Karantina Rumah.
(2) Penghuni rumah yang dikarantina selain kasus,
dilarang keluar rumah selama waktu yang telah
ditetapkan oleh Pejabat Karantina Kesehatan.


Pasal 52


(1) Selama penyelenggaraan Karantina Rumah,
kebutuhan hidup dasar bagi orang dan makanan
hewan ternak yang berada dalam Karantina Rumah
menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.
(2) Tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam
penyelenggaraan Karantina Rumah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan
Pemerintah Daerah dan pihak yang terkait.

Bagian Ketiga
Karantina Wilayah

Pasal 53

(1) Karantina Wilayah merupakan bagian respons dari
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
(2) Karantina Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan kepada seluruh anggota masyarakat
di suatu wilayah apabila dari hasil konfirmasi
laboratorium sudah terjadi penyebaran penyakit antar
anggota masyarakat di wilayah tersebut.

Pasal 54

(1) Pejabat Karantina Kesehatan wajib memberikan
penjelasan kepada masyarakat di wilayah setempat
sebelum melaksanakan Karantina Wilayah.
(2) Wilayah yang dikarantina diberi garis karantina dan
dijaga terus menerus oleh Pejabat Karantina
Kesehatan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang berada di luar wilayah karantina.
(3) Anggota masyarakat yang dikarantina tidak boleh
keluar masuk wilayah karantina.
(4) Selama masa Karantina Wilayah ternyata salah satu
atau beberapa anggota di wilayah tersebut ada yang
menderita penyakit Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat yang sedang terjadi maka dilakukan
tindakan Isolasi dan segera dirujuk ke rumah sakit.

Pasal 55

(1) Selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup
dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada
di wilayah karantina menjadi tanggung jawab
Pemerintah Pusat.
(2) Tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam
penyelenggaraan Karantina Wilayah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan
Pemerintah Daerah dan pihak yang terkait.

Bagian Keempat
Karantina Rumah Sakit

Pasal 56
(1) Kegiatan Karantina Rumah Sakit merupakan bagian
respons dari Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
(2) Karantina Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan kepada seluruh orang yang
berkunjung, orang yang bertugas, pasien dan Barang,
serta apapun di suatu rumah sakit bila dibuktikan
berdasarkan hasil konfirmasi laboratorium telah
terjadi penularan penyakit yang ada di ruang isolasi
keluar ruang isolasi.

Pasal 57
(1) Pejabat Karantina Kesehatan wajib memberikan
penjelasan kepada orang yang berkunjung, orang yang
bertugas di rumah sakit, dan pasien sebelum
melaksanakan Karantina Rumah Sakit.
(2) Rumah sakit yang dikarantina diberi garis karantina
dan dijaga terus menerus oleh Pejabat Karantina
Kesehatan, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang berada di luar wilayah karantina.
(3) Seluruh orang, Barang, dan/atau hewan yang berada
di rumah sakit yang dikarantina sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak boleh keluar dan masuk
rumah sakit.
Pasal 58
Selama dalam tindakan Karantina Rumah Sakit,
kebutuhan hidup dasar seluruh orang yang berada di
rumah sakit menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat
dan/atau Pemerintah Daerah.

Bagian Kelima
Pembatasan Sosial Berskala Besar

Pasal 59

(1) Pembatasan Sosial Berskala Besar merupakan bagian
dari respons Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
(2) Pembatasan Sosial Berskala Besar bertujuan
mencegah meluasnya penyebaran penyakit
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang sedang
terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu.
(3) Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. peliburan sekolah dan tempat kerja;
b. pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau
c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas
umum.
(4) Penyelenggaraan Pembatasan Sosial Berskala Besar
berkoordinasi dan bekerja sama dengan berbagai
pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan.

Pasal 60

Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan pelaksanaan
Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah
Sakit, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIII
DOKUMEN KARANTINA KESEHATAN

Pasal 61

(1) Dokumen Karantina Kesehatan harus dimiliki oleh
setiap Alat Angkut, orang, dan Barang yang masuk
dan/atau keluar dari dalam atau luar wilayah negara
Indonesia.
(2) Dokumen Karantina Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan sebagai alat
pengawasan dan pencegahan masuk dan/atau
keluarnya penyakit dan Faktor Risiko Kesehatan
Masyarakat yang menjadi sumber penularan penyakit
yang dapat menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat.
(3) Dokumen Karantina Kesehatan memuat penjelasan
suatu keadaan yang diketahui secara pasti sebagai
hasil Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan.

Pasal 62

Dokumen Karantina Kesehatan untuk Alat Angkut terdiriatas:
a. deklarasi kesehatan;
b. sertifikat Persetujuan Karantina Kesehatan;
c. sertifikat sanitasi;
d. sertifikat obat-obatan dan alat kesehatan;
e. buku kesehatan untuk Kapal; dan
f. Surat Persetujuan Berlayar Karantina Kesehatan (Port
Health Quarantine Clearance) untuk Kapal.

Pasal 63

(1) Deklarasi kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 62 huruf a berupa:
a. Deklarasi Kesehatan Maritim (Maritime
Declaration of Health) untuk Kapal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2);
b. Deklarasi Kesehatan Penerbangan (Health Part of
the Aircraft General Declaration) untuk Pesawat
Udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
dan
c. Deklarasi Kesehatan Pelintasan Darat (Ground
Crossing Declaration of Health) untuk Kendaraan
Darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36.
(2) Deklarasi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus diisi dan diberikan oleh Nakhoda, Kapten
Penerbang, atau pengemudi Kendaraan Darat kepada
Pejabat Karantina Kesehatan pada saat kedatanganAlat Angkut.
Pasal 64
Sertifikat sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62huruf c berupa:
a. Sertifikat Bebas Tindakan Sanitasi Kapal (Ship
Sanitation Control Exemption Certificate) dan Sertifikat
Tindakan Sanitasi Kapal (Ship Sanitation Control
Certificate) untuk Kapal; dan
b. Sertifikat Bebas Hapus Serangga (Disinsection
Exemption Certificate), Sertifikat Hapus Serangga
(Disinsection Certificate), dan Sertifikat Hapus Hama
(Disinfection Certificate) untuk Pesawat Udara atau
Kendaraan Darat.

Pasal 65

Dokumen Karantina Kesehatan untuk orang terdiri atas:a. Sertifikat Vaksinasi Internasional (International
Certificate of Vaccination or Prophylaxis); dan
b. surat keterangan pengangkutan orang sakit.

Pasal 66

(1) Dokumen Karantina Kesehatan untuk Barang terdiriatas:
a. surat izin pengangkutan jenazah atau abu
jenazah dari Pelabuhan atau Bandar Udara
(Human Remains Transport Certificate); dan
b. sertifikat kesehatan untuk bahan berbahaya.
(2) Dalam hal diperlukan Dokumen Karantina Kesehatan
untuk obat, makanan, kosmetika, alat kesehatan, dan
bahan adiktif berdasarkan permintaan negara
tertentu, Pejabat Karantina Kesehatan menerbitkan
sertifikat kesehatan atau surat keterangan kesehatan
obat, makanan, kosmetika, alat kesehatan, dan bahan
adiktif.

Pasal 67

Dokumen Karantina Kesehatan dikeluarkan oleh PejabatKarantina Kesehatan di Pelabuhan, Bandar Udara, atau
Pos Lintas Batas Darat Negara.

Pasal 68

(1) Menteri dapat menetapkan perubahan ataupenambahan Dokumen Karantina Kesehatan selain
dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63,
Pasal 64, dan Pasal 65 huruf a.
(2) Menteri dalam menetapkan perubahan atau
penambahan Dokumen Karantina Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempertimbangkan hasil pengawasan dan evaluasi
serta masukan dari berbagai pemangku kepentingan
kekarantinaan kesehatan masyarakat.

Pasal 69

Dokumen Karantina Kesehatan tidak berlaku apabila:a. masa berlaku sudah berakhir;
b. berubah nama;
c. berganti bendera untuk Kapal;
d. keterangan dalam dokumen tidak sesuai dengan
keadaan sebenarnya;
e. diperoleh secara tidak sah; dan/atau
f. dicoret, dihapus, atau dinyatakan rusak.

Pasal 70

Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, isi, tata carapengajuan dan penerbitan, dan pembatalan Dokumen
Karantina Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri.

 BAB IX
SUMBER DAYA KEKARANTINAAN KESEHATAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 71

Sumber daya dalam penyelenggaraan KekarantinaanKesehatan meliputi:
a. fasilitas dan perbekalan Kekarantinaan Kesehatan;
b. Pejabat Karantina Kesehatan;
c. penelitian dan pengembangan; dan
d. pendanaan.
Bagian Kedua
Fasilitas dan Perbekalan Kekarantinaan Kesehatan

Pasal 72

(1) Fasilitas dalam penyelenggaraan KekarantinaanKesehatan meliputi:
a. peralatan deteksi dan respons cepat;
b. ruang wawancara atau observasi;
c. ruang diagnosis;
d. asrama karantina kesehatan;
e. ruang isolasi;
f. rumah sakit rujukan;
g. laboratorium rujukan; dan
h. transportasi evakuasi penyakit Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat.
(2) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain
berfungsi dalam penyelenggaraan Kekarantinaan
Kesehatan juga sebagai sarana pendidikan dan
pelatihan serta pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi Kekarantinaan Kesehatan.
(3) Perbekalan Kekarantinaan Kesehatan meliputi sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan
lainnya yang diperlukan.
Bagian KetigaPejabat Karantina Kesehatan

Pasal 73

Pejabat Karantina Kesehatan merupakan pejabatfungsional di bidang kesehatan yang memiliki kompetensi
dan kualifikasi di bidang Kekarantinaan Kesehatan serta
ditugaskan di instansi Kekarantinaan Kesehatan di Pintu
Masuk dan di wilayah.

Pasal 74

Perekrutan Pejabat Karantina Kesehatan dalampenyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan
diselenggarakan melalui pendidikan dan pelatihan yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.

Pasal 75

(1) Pemerintah Pusat mengatur penempatan PejabatKarantina Kesehatan di Pintu Masuk dalam rangka
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
(2) Pemerintah Daerah mengatur penempatan Pejabat
Karantina Kesehatan di wilayah dalam rangka
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
(3) Dalam menyelenggarakan Kekarantinaan Kesehatan,
Pejabat Karantina Kesehatan berwenang:
a. melakukan tindakan Kekarantinaan Kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2);
b. menetapkan tindakan Kekarantinaan Kesehatan;
c. menerbitkan surat rekomendasi deportasi atau
penundaan keberangkatan kepada instansi yang
berwenang; dan
d. menerbitkan surat rekomendasi kepada pejabat
yang berwenang untuk menetapkan karantina di
wilayah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 76

(1) Pejabat Karantina Kesehatan dalam melaksanakantugasnya berhak mendapatkan:
a. pelindungan hukum;
b. pelindungan kesehatan dari risiko kerusakan
organ; dan
c. keselamatan jiwa.
(2) Setiap Pejabat Karantina Kesehatan yang melakukan
kelalaian dalam melaksanakan tugasnya dikenakan
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(3) Setiap Pejabat Karantina Kesehatan berhak mendapat
pelindungan hukum dalam melaksanakan tugas
sepanjang sesuai dengan standar prosedur operasional
dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat
Penelitian dan Pengembangan

Pasal 77

(1) Penelitian dan pengembangan dilaksanakan untukmenapis dan menetapkan ilmu pengetahuan dan
teknologi tepat guna yang dipergunakan dalam rangka
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
(2) Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilaksanakan dengan memperhatikan
kesehatan dan keselamatan masyarakat.
(3) Ketentuan mengenai penelitian dan pengembangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kelima
Pendanaan

Pasal 78

(1) Pendanaan kegiatan penyelenggaraan KekarantinaanKesehatan bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara, anggaran pendapatan dan belanjadaerah, dan/atau masyarakat.
(2) Pendanaan kegiatan penyelenggaraan Kekarantinaan
Kesehatan di Pintu Masuk pada Alat Angkut di luar
situasi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang
meresahkan dunia dibebankan pada pemilik Alat
Angkut.
(3) Pendanaan mengenai pelaksanaan tindakan
penyehatan yang dimohonkan pengelola Alat Angkut
menjadi tanggung jawab pemohon dan merupakan
penerimaan negara.

BAB X
INFORMASI KEKARANTINAAN KESEHATAN

Pasal 79

Informasi Kekarantinaan Kesehatan diselenggarakansebagai upaya pencegahan dan pemberantasan masuk
dan/atau keluarnya kejadian dan/atau faktor risiko yang
dapat menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.

Pasal 80

(1) Penyelenggaraan informasi Kekarantinaan Kesehatandilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah.
(2) Penyelenggaraan informasi Kekarantinaan Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berkoordinasi dan bekerja sama dengan lembaga
kesehatan, baik dalam negeri maupun luar negeri.
(3) Penyelenggaraan informasi Kekarantinaan Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 81

Dalam rangka penyelenggaraan informasi KekarantinaanKesehatan, Pemerintah Pusat memberi wewenang kepada
Pejabat Karantina Kesehatan untuk berkoordinasi danbekerja sama dengan badan/lembaga kesehatan, baik dari
dalam negeri maupun luar negeri.

BAB XI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Kesatu
Pembinaan

Pasal 82

(1) Pemerintah Pusat melakukan pembinaan terhadapsemua kegiatan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di Pintu
Masuk.
(2) Pemerintah Pusat melakukan pembinaan terhadap
semua kegiatan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di wilayah
dengan melibatkan Pemerintah Daerah.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diarahkan untuk:
a. meningkatkan mutu pelayanan dan
profesionalisme Pejabat Karantina Kesehatan
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi dalam rangka kerja sama
antarnegara baik secara bilateral, regional, dan
internasional;
b. meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
menunjang peningkatan penyelenggaraan
Kekarantinaan Kesehatan; dan
c. meningkatkan keterpaduan berbagai sektor
terkait dalam rangka koordinasi dan kerja sama
dalam melaksanakan Kekarantinaan Kesehatan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Pengawasan

Pasal 83

(1) Pemerintah Pusat melakukan pengawasan terhadapsemua kegiatan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di
Pelabuhan, Bandar Udara, dan Pos Lintas Batas Darat
Negara.
(2) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap
kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan
Kekarantinaan Kesehatan di daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.

BAB XII
PENYIDIKAN

Pasal 84

Selain penyidik pejabat Kepolisian Negara RepublikIndonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu di
lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan diberi wewenang
khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai hukum acara
pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di
bidang Kekarantinaan Kesehatan.

Pasal 85

PPNS Kekarantinaan Kesehatan berwenang:a. menerima laporan tentang adanya tindak pidana di
bidang Kekarantinaan Kesehatan;
b. mencari keterangan dan alat bukti;
c. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
d. melarang setiap orang meninggalkan atau memasukitempat kejadian perkara untuk kepentingan
penyidikan;
e. memanggil, memeriksa, menggeledah, menangkap,
atau menahan seseorang yang disangka melakukan
tindak pidana di bidang Kekarantinaan Kesehatan;
f. menahan, memeriksa, dan menyita dokumen;
g. menyuruh berhenti orang yang dicurigai atau
tersangka dan memeriksa identitas dirinya;
h. memeriksa atau menyita surat, dokumen, atau benda
yang ada hubungannya dengan tindak pidana
Kekarantinaan Kesehatan;
i. memanggil seseorang untuk diperiksa dan didengar
keterangannya sebagai tersangka atau saksi;
j. mendatangkan ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
k. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang
diduga terdapat surat, dokumen, atau benda lain yang
ada hubungannya dengan tindak pidana di bidang
Kekarantinaan Kesehatan;
l. mengambil foto dan sidik jari tersangka;
m. meminta keterangan dari masyarakat atau sumber
yang berkompeten;
n. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat
cukup bukti yang membuktikan adanya tindak pidana
di bidang Kekarantinaan Kesehatan; dan/atau
o. mengadakan tindakan lain menurut hukum.

Pasal 86

Alat bukti yang sah dalam pemeriksaan tindak pidana dibidang Kekarantinaan Kesehatan berupa:
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam hukum acara
pidana; dan
b. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan,
dikirimkan, dan diterima atau disimpan secara
elektronik atau yang serupa dengan itu.
Pasal 87

PPNS Kekarantinaan Kesehatan dapat melaksanakan kerja
sama dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana
Kekarantinaan Kesehatan dengan lembaga penegak hukum
dalam negeri dan negara lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai administrasi
penyidikan atau berdasarkan perjanjian internasional yang
telah diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Pasal 88

Persyaratan, tata cara pengangkatan PPNS KekarantinaanKesehatan, dan administrasi penyidikan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 89

Dalam melakukan penyidikan, PPNS KekarantinaanKesehatan berkoordinasi dan bekerja sama dengan
penyidik di lingkungan Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan dapat berkoordinasi dan bekerja sama
dengan penyidik di lingkungan Tentara Nasional Indonesia
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 90

Nakhoda yang menurunkan atau menaikkan orangdan/atau Barang sebelum memperoleh Persetujuan
Karantina Kesehatan berdasarkan hasil pengawasan
Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (3) dengan maksud menyebarkan penyakit
dan/atau faktor risiko kesehatan yang menimbulkan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda
paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar
rupiah).

Pasal 91

Kapten Penerbang yang menurunkan atau menaikkanorang dan/atau Barang sebelum memperoleh Persetujuan
Karantina Kesehatan berdasarkan hasil pengawasan
Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (1) dengan maksud menyebarkan penyakit
dan/atau faktor risiko kesehatan yang menimbulkan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda
paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar
rupiah).

Pasal 92

Pengemudi Kendaraan Darat yang menurunkan ataumenaikkan orang dan/atau Barang sebelum dilakukan
pengawasan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) dengan maksud
menyebarkan penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan
yang menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah).

Pasal 93
 
Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan
Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga
menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).

Pasal 94

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksuddalam Pasal 90, Pasal 91, dan Pasal 92 dilakukan oleh
korporasi pertanggungjawaban pidana dikenakanterhadap korporasi dan/atau pengurusnya.
(2) Korporasi dikenai pertanggungjawaban secara pidana
terhadap suatu perbuatan yang dilakukan untuk
dan/atau atas nama korporasi jika perbuatan tersebut
termasuk dalam lingkup usahanya sebagaimana
ditentukan dalam anggaran dasar atau ketentuan lain
yang berlaku bagi korporasi yang bersangkutan.
(3) Pidana dijatuhkan kepada korporasi jika tindak
pidana:
a. dilakukan atau diperintahkan oleh personel
pengendali korporasi;
b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan
tujuan korporasi;
c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku
atau pemberi perintah; dan/atau
d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat
bagi korporasi.
(4) Dalam hal tindak pidana dilakukan atau
diperintahkan oleh personel pengendali korporasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a atau
pengurus korporasi, pidana pokok yang dijatuhkan
adalah pidana penjara maksimum dan pidana denda
maksimum yang masing-masing ditambah dengan
pidana pemberatan 2/3 (dua pertiga).
(5) Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap korporasi
adalah pidana denda maksimum ditambah dengan
pidana pemberatan 2/3 (dua pertiga).

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 95

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semuaperaturan pelaksanaan yang mengatur karantina udara
dan karantina laut tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturanyang baru berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 96

(1) Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harustelah ditetapkan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung
sejak Undang-Undang ini diundangkan.
(2) Pemerintah Pusat harus melaporkan pelaksanaan
Undang-Undang ini kepada Dewan Perwakilan Rakyat
paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini
berlaku.

Pasal 97

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang
Karantina Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1962 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2373); dan
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang
Karantina Udara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1962 Nomor 3, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2374),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 98
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 7 Agustus 2018

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,ttd
JOKO WIDODO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Agustus 2018

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY


https://drive.google.com/file/d/1tMWEwOFaNNb0xsa2LS5qht5nCD5fUUrL/view





Tidak ada komentar:

Posting Komentar