Jumat, 17 April 2020

COVID-19 (2019冠状病毒病)

Penyakit koronavirus 2019 (2019冠状病毒病)


Penyakit koronavirus 2019 (bahasa Inggris: coronavirus disease 2019, disingkat COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh SARS-CoV-2, salah satu jenis koronavirus. Penyakit ini mengakibatkan pandemi koronavirus 2019–2020. Penderita COVID-19 dapat mengalami demam, batuk kering, dan kesulitan bernapas. Sakit tenggorokan, pilek, atau bersin-bersin lebih jarang ditemukan. Pada penderita yang paling rentan, penyakit ini dapat berujung pada pneumonia dan kegagalan multiorgan.

Infeksi menyebar dari satu orang ke orang lain melalui percikan (droplet) dari saluran pernapasan yang sering dihasilkan saat batuk atau bersin. Waktu dari paparan virus hingga timbulnya gejala klinis berkisar antara 1–14 hari dengan rata-rata 5 hari. Metode standar diagnosis adalah uji reaksi berantai polimerase transkripsi-balik (rRT-PCR) dari usap nasofaring atau sampel dahak dengan hasil dalam beberapa jam hingga 2 hari. Pemeriksaan antibodi dari sampel serum darah juga dapat digunakan dengan hasil dalam beberapa hari. Infeksi juga dapat didiagnosis dari kombinasi gejala, faktor risiko, dan pemindaian tomografi terkomputasi pada dada yang menunjukkan gejala pneumonia.

Mencuci tangan, menjaga jarak dari orang yang batuk, dan tidak menyentuh wajah dengan tangan yang tidak bersih adalah langkah yang disarankan untuk mencegah penyakit ini. Disarankan untuk menutup hidung dan mulut dengan tisu atau siku yang tertekuk ketika batuk. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) merekomendasikan kepada orang-orang yang menduga bahwa mereka telah terinfeksi untuk memakai masker bedah dan mencari nasihat medis dengan memanggil dokter dan tidak langsung mengunjungi klinik. Masker juga direkomendasikan bagi mereka yang merawat seseorang yang diduga terinfeksi tetapi tidak untuk digunakan masyarakat umum. Belum ada vaksin atau obat antivirus khusus untuk COVID-19; tata laksana yang diberikan meliputi pengobatan terhadap gejala, perawatan suportif, dan tindakan eksperimental. Angka fatalitas kasus diperkirakan antara 1–3%. 

Penyakit koronavirus 2019

Nama lain Penyakit pernapasan akut SARS-CoV-2
Pneumonia koronavirus baru 新型冠状病毒肺炎
Pneumonia Wuhan
2019-nCoV acute respiratory disease
Novel coronavirus pneumonia
Coronavirus disease 2019 (COVID-19)


Gejala COVID-19 

Spesialisasi Penyakit menular, pulmonologi
Gejala Demam, batuk, kesulitan bernapas
Komplikasi Pneumonia, sindrom gangguan pernapasan akut, gagal ginjal
Penyebab Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2)
Diagnosis PCR (Polymerase Chain Reaction)
Imunoasai (Immunoassay)
Pemindaian Tomografi Terkomputasi (CT Scan)
Pencegahan Mencuci tangan, etika batuk, menghindari kontak jarak dekat dengan orang sakit
Perawatan Pengobatan simtomatik (Symptomatic treatment)
Terapi Suportif (Supportive Therapy)

PCR (Polymerase Chain Reaction)   
Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik ini, DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983 dan ia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut.
Penerapan PCR banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekular karena relatif murah dan hanya memerlukan jumlah sampel yang kecil.

Imunoasai (Immunoassay)
Imunoasai adalah tes biokimia yang mengukur konsentrasi bahan pada cairan biologi, seperti plasma darah atau urin, menggunakan reaksi antibodi terhadap antigen. Asai mengambil kelebihan melekatnya antibodi terhadap antigen. Antibodi monoklonal sering digunakan dan mereka hanya melekat pada satu situs molekul, dan selanjutnya menyediakan tes yang lebih spesifik dan akurat, yang tidak membingungkan oleh kehadiran molekul lainnya. Antibodi yang diambil harus memiliki afinitas terhadap antigen.

Pemindaian Tomografi Terkomputasi (CT Scan)
Tomografi terkomputasi (bahasa Inggris: computed tomography, CT), awalnya dikenal sebagai computed axial tomography (CAT), adalah sebuah metode penggambaran medis menggunakan tomografi di mana pemrosesan geometri digunakan untuk menghasilkan sebuah gambar tiga dimensi bagian dalam sebuah objek dari satu seri besar gambar sinar-X dua dimensi diambil dalam satu putaran "axis".
Pengobatan simtomatik (Symptomatic treatment)
Pengobatan simtomatik adalah pengobatan yang bertujuan untuk mengurangi keluhan tanpa melihat penyakit utama yang menyebabkan keluhan tersebut timbul. Misalnya pada pasien dengan kanker paru yang sudah menyebar ke tulang dan menyebabkan nyeri. Pemberian obat penghilang rasa sakit untuk nyeri yang dirasakan, disebut pengobatan simtomatik karena obat yang diberikan tidak memberikan manfaat apa-apa terhadap perbaikan penyakit utama. Atau pada pasien dengan infeksi saluran kemih yang menderita demam. Pemberian obat penurun suhu tubuh tidak akan berpengaruh terhadap bakteri penyebab infeksi, tetapi akan memberikan rasa nyaman kepada penderita.

Terapi Suportif (Supportive Therapy)
A therapy that does not treat or improve the underlying condition, but instead increases the patient's comfort, also called symptomatic treatment (see there for more information).[3] For example, supportive care for flu, colds, or gastrointestinal upset can include rest, fluids, and over the counter pain relievers; those things don't treat the cause, but they treat the symptoms and thus provide relief. Supportive therapy may be palliative therapy (palliative care). The two terms are sometimes synonymous, but palliative care often specifically refers to serious illness and end-of-life care. Therapy may be categorized as having curative intent (when it is possible to eliminate the disease) or palliative intent (when eliminating the disease is impossible and the focus shifts to minimizing the distress that it causes). The two are often contradistinguished (mutually exclusive) in some contexts (such as the management of some cancers), but they are not inherently mutually exclusive; often a therapy can be both curative and palliative simultaneously. Supportive psychotherapy aims to support the patient by alleviating the worst of the symptoms, with the expectation that definitive therapy can follow later if possible.

Tanda dan gejala


Orang-orang yang terinfeksi mungkin bersifat asimtomatik atau memiliki gejala ringan, seperti demam, batuk, dan kesulitan bernapas. Gejala diare atau infeksi saluran napas atas (misalnya bersin, pilek, dan sakit tenggorokan) lebih jarang ditemukan. Kasus dapat berkembang menjadi pneumonia berat, kegagalan multiorgan, dan kematian.

Masa inkubasi diperkirakan antara 1–14 hari oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan 2–14 hari oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC). Tinjauan WHO terhadap 55.924 kasus terkonfirmasi di Tiongkok mengindikasikan tanda dan gejala klinis berikut:


Gejala-gejala COVID-19
Gejala Persentase
Demam 87,9%
Batuk kering 67,7%
Keletihan 38,1%
Produksi dahak 33,4%
Sesak napas 18,6%
Nyeri otot atau nyeri sendi 14,8%
Sakit tenggorokan 13,9%
Sakit kepala 13,6%
Menggigil 11,4%
Mual atau muntah 5%
Kongesti hidung 4,8%
Diare 3,7%
Batuk darah 0,9%
Kongesti konjungtiva 0,8%

Jalur penyakit dan komplikasi


Ada tiga jalur utama yang mungkin ditempuh penyakit ini. Pertama, penyakit mungkin berbentuk ringan yang menyerupai penyakit pernapasan atas umum lainnya. Jalur kedua mengarah ke pneumonia, yaitu infeksi pada sistem pernapasan bawah. Jalur ketiga, yang paling parah, adalah perkembangan cepat ke sindrom gangguan pernapasan akut (acute respiratory distress syndrome atau ARDS).

Usia yang lebih tua, nilai d-dimer lebih besar dari 1 μg/mL, dan nilai SOFA yang tinggi (skala penilaian klinis yang menilai berbagai organ seperti paru-paru, ginjal, dsb.) diasosiasikan dengan prognosis terburuk. Begitu pula dengan peningkatan level interleukin-6 dalam darah, troponin I jantung sensitivitas tinggi, dehidrogenase laktat, dan limfopenia dikaitkan dengan kondisi penyakit yang lebih parah. Komplikasi COVID-19 adalah sepsis, serta komplikasi jantung seperti gagal jantung dan aritmia. Orang dengan gangguan jantung lebih berisiko mengalami komplikasi jantung. Juga, keadaan hiperkoagulopati tercatat pada 90% penderita pneumonia.

Penyebab


Penyakit ini disebabkan oleh koronavirus sindrom pernapasan akut berat 2 (SARS-CoV-2 atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2). Virus ini menyebar melalui percikan (droplets) dari saluran pernapasan yang dikeluarkan saat sedang batuk atau bersin.

Paru-paru adalah organ yang paling terpengaruh oleh penyakit ini karena virus memasuki sel inangnya lewat enzim pengubah angiotensin 2 (angiotensin converting enzyme 2 atau ACE2), yang paling banyak ditemukan di dalam sel alveolar tipe II paru. SARS-CoV-2 menggunakan permukaan permukaan sel khususnya yang mengandung glikoprotein yang disebut "spike" untuk berhubungan dengan ACE2 dan memasuki sel inang. Berat jenis ACE2 pada setiap jaringan berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit. Diduga, bahwa penurunan aktivitas ACE2 memberikan perlindungan terhadap sel inang karena ekspresi ACE2 yang berlebihan akan menyebabkan infeksi dan replikasi SARS-CoV-2. Beberapa penelitian, melalui sudut pandang yang berbeda juga menunjukkan bahwa peningkatan ekspresi ACE2 oleh golongan obat penghambat reseptor angiotensin II akan melindungi sel inang. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut tentang hal ini. ACE2 juga merupakan jalur bagi virus SARS-CoV-2 untuk menyebabkan kerusakan jantung, karenanya penderita dengan riwayat penyakit jantung memiliki prognosis yang paling jelek.

Diagnosis



 Kit uji laboratorium CDC untuk COVID-19

WHO telah menerbitkan beberapa protokol pengujian untuk penyakit ini. Pengujian menggunakan reaksi berantai polimerase transkripsi-balik secara waktu nyata (rRT-PCR). Spesimen untuk pengujian dapat berupa usap pernapasan atau sampel dahak. Pada umumnya, hasil pengujian dapat diketahui dalam beberapa jam hingga 2 hari. Ilmuwan Tiongkok telah mengisolasi galur koronavirus dan menerbitkan sekuens genetika sehingga laboratorium di seluruh dunia dapat mengembangkan uji PCR secara independen untuk mendeteksi infeksi oleh virus.

Pedoman diagnostik yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Zhongnan dari Universitas Wuhan mengusulkan metode untuk mendeteksi infeksi berdasarkan fitur klinis dan risiko epidemiologis. Pedoman ini melibatkan mengidentifikasi pasien yang memiliki setidaknya dua gejala berikut selain riwayat perjalanan ke Wuhan atau kontak dengan pasien lain yang terinfeksi: demam, gambaran pencitraan pneumonia, jumlah sel darah putih normal atau berkurang, atau berkurangnya jumlah limfosit.

Pencegahan


Tindakan pencegahan untuk mengurangi kemungkinan infeksi antara lain

  • tetap berada di rumah, menghindari bepergian dan beraktivitas di tempat umum, 
  • sering mencuci tangan dengan sabun dan air selama minimum 20 detik, 
  • tidak menyentuh mata, hidung, atau mulut dengan tangan yang tidak dicuci, 
  • serta mempraktikkan higiene pernapasan yang baik. 
  • CDC (Centers for Disease Control and Prevention) merekomendasikan untuk menutup mulut dan hidung dengan tisu saat batuk atau bersin dan menggunakan bagian dalam siku jika tidak tersedia tisu. 
  • Mereka juga merekomendasikan higiene tangan yang tepat setelah batuk atau bersin. 
  • Strategi pembatasan fisik diperlukan untuk mengurangi kontak antara orang yang terinfeksi dengan kerumunan besar seperti dengan menutup sekolah dan kantor, membatasi perjalanan, dan membatalkan pertemuan massa dalam jumlah besar. 
  • Perilaku pembatasan fisik juga meliputi menjaga jarak dengan orang lain sejauh 6 kaki (sekitar 1,8 meter).

Karena vaksin untuk SARS-CoV-2 baru tersedia paling cepat 2021, hal penting dalam penanganan pandemi penyakit koronavirus 2019 adalah menekan laju penyebaran virus atau yang dikenal dengan melandaikan kurva epidemi. Hal ini dapat menurunkan risiko tenaga medis kewalahan dalam menghadapi lonjakan jumlah pasien, memungkinkan perawatan yang lebih baik bagi penderita, dan memberikan waktu tambahan hingga obat dan vaksin dapat tersedia dan siap digunakan.

Berdasarkan WHO, penggunaan masker hanya direkomendasikan untuk orang yang sedang batuk atau bersin atau yang sedang menangani pasien terduga. Di sisi lain, beberapa negara merekomendasikan individu sehat untuk memakai masker, terutama Tiongkok, Hong Kong, dan Thailand.

Untuk mencegah penyebaran virus, CDC (Centers for Disease Control and Prevention)
  • merekomendasikan untuk pasien agar tetap berada di dalam rumah, kecuali untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit. Sebelum ingin mendapatkan perawatan, pasien harus menghubungi rumah sakit. 
  • Selain itu, CDC (Centers for Disease Control and Prevention) merekomendasikan untuk menggunakan masker ketika berhadapan dengan orang atau berkunjung ke tempat yang diduga terdapat penyakit koronavirus, 
  • menutup mulut dengan tisu ketika batuk dan bersin, 
  • rutin mencuci tangan dengan sabun dan air, 
  • serta menghindari berbagi alat rumah tangga pribadi. 
  • CDC (Centers for Disease Control and Prevention) juga merekomendasikan untuk mencuci tangan minimal selama 20 detik, terutama setelah dari toilet, ketika tangan kotor, sebelum makan, dan setelah batuk atau bersin. 
  • Lalu, rekomendasi berikutnya adalah menggunakan penyanitasi tangan dengan kandungan alkohol minimal 60% jika tidak tersedia sabun dan air. 
  • WHO menyarankan agar menghindari menyentuh mata, hidung, atau mulut dengan tangan yang belum dicuci. 
  • Meludah di sembarang tempat juga harus dihindari.

Sebuah ilustrasi efek penyebaran infeksi dalam jangka waktu yang panjang. 
Jika tindakan pencegahan dilakukan secara optimal, 
lonjakan penularan infeksi dapat ditahan. 
Hal tersebut membuat tenaga medis tidak kewalahan 
dalam menghadapi pasien dengan jumlah besar.


Upaya alternatif mengatasi penyebaran COVID-19 selain meratakan kurva.

Pengendalian


Meskipun tidak ada pengobatan yang efektif untuk mencegah penyakit ini, manifestasi dan komplikasi klinis yang dihasilkan harus dikelola. WHO telah menerbitkan rekomendasi perawatan terperinci untuk pasien rawat inap dengan infeksi saluran pernapasan akut ketika dicurigai terdapat infeksi SARS-CoV-2. WHO juga merekomendasikan sukarelawan untuk mengambil bagian dalam uji coba terkontrol secara acak untuk menguji efektivitas dan keamanan perawatan secara potensial.

Karena pengobatan tersebut terbukti memiliki efek terhadap koronavirus lainnya dan memiliki mode tindakan yang menunjukkan pengobatan tersebut mungkin efektif, lopinavir/ritonavir menjadi target penelitian dan analisis yang signifikan. Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok cabang Beijing, meskipun mencatat bahwa saat ini tidak ada antivirus yang efektif, menyarankan penggunaan lopinavir/ritonavir sebagai bagian dari rencana perawatan. Obat-obatan ini sekarang dapat diklaim untuk asuransi kesehatan di beberapa negara.

Psikologis


Efek psikologis dapat disebabkan oleh perasaan terjebak di bawah karantina, pembatasan perjalanan, dan isolasi. Pada akhir Januari 2020, Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok menerbitkan pedoman nasional intervensi krisis psikologis untuk penyakit ini, mengesahkan perawatan kesehatan mental untuk orang-orang yang terkena dampak, kontak dekat, mereka yang terisolasi di rumah, keluarga dan teman-teman dari orang yang terkena dampak, perawatan kesehatan pekerja, dan masyarakat umum yang membutuhkannya.

Pengobatan alternatif


Otoritas kesehatan Tiongkok merekomendasikan penggunaan pengobatan tradisional Tionghoa (TCM) untuk mencegah atau mengobati penyakit ini. Pada 22 Januari, Komisi Kesehatan Nasional memasukkan TCM ke dalam edisi ketiga dari rencana diagnostik dan perawatan COVID-19. Pada 2 Februari, pejabat Wuhan memerintahkan semua pasien untuk menjalani perawatan TCM tertentu. Pada 14 Februari, Wuhan membuka rumah sakit sementara yang berorientasi pada TCM. Daerah lain telah datang dengan resep TCM mereka sendiri, sementara fasilitas yang didukung pemerintah melaporkan hasil yang penuh harapan. Kemanjuran dan keamanan TCM belum ditetapkan dalam infeksi koronavirus. Kegilaan TCM serupa selama wabah SARS telah menyebabkan banyak kasus keracunan ramuan dan tidak ada uji acak terkendali yang diatur untuk COVID-19.

Prognosis


Data awal pada 137 pasien yang dirawat di rumah sakit di provinsi Hubei ditemukan bahwa 12% pasien (16 orang) meninggal. Di antara mereka yang meninggal, banyak yang memiliki riwayat kondisi yang sudah ada sebelumnya, termasuk hipertensi, diabetes, atau penyakit kardiovaskular.

Pada kasus-kasus awal yang mengakibatkan kematian, median waktu dari penyakit tersebut adalah 14 hari dengan rentang total dari enam hingga 41 hari.

Imunitas


Penelitian tentang imunitas pascainfeksi dilakukan pada 4 orang penderita positif COVID-19 (1 penderita dirawat inap dan 3 penderita dikarantina di rumah, keempatnya petugas medis). Pertama kali terdiagnosis, 3 di antaranya memberikan gejala batuk dan demam, yang seorang lagi tidak memberikan gejala. Hasil pemeriksaan tomografi terkomputasi, semuanya memberikan gambaran pneumonia. Keempatnya di bawah pengawasan Rumah Sakit Zhongnan Universitas Wuhan, Wuhan, Cina, dari 1 Januari 2020 hingga 15 Februari 2020 dan menerima pengobatan antivirus oral, oseltamivir 2 kali sehari. Keempat penderita dievaluasi dengan tes RT-PCR untuk asam nukleat COVID-19 untuk menentukan apakah mereka boleh kembali bekerja. Kriteria kembali bekerja yang ditetapkan adalah suhu tubuh normal selama tiga hari berturut-turut, sembuh dari gejala saluran napas, perbaikan hasil tomografi terkomputasi dada yang sebelumnya memperlihatkan gambaran eksudat di paru-paru, dan hasil RT-PCR yang negatif dengan dua pemeriksaan berturut-turut dengan jarak satu hari. Hasilnya tes RT-PCR negatif dalm dua pemeriksaan berturut-turut, dengan jarak antara pertama kali timbul gejala dan penyembuhan antara 12 hari hingga 32 hari. Setelah keluar dari rumah sakit dan setelah masa karantina di rumah (untuk 3 penderita) selesai dan hasil RT-PCR telah menunjukkan hasil negatif, mereka melanjutkan karantina di rumah selama 5 hari. Pemeriksaan RT-PCR diulangi lagi setelah 5 hingga 13 hari kemudian dan menunjukkan hasil positif (pemeriksaan menggunakan kit uji dari pabrik yang berbeda juga menunjukkan hasil yang sama). Tidak ada keluhan secara klinis, hasil tomografi terkomputasi sama seperti hasil pemeriksaan yang terakhir, tidak ada kontak dengan orang lain yang memiliki gejala gangguan saluran pernapasan, dan tidak ada anggota keluarga dari keempat penderita yang terinfeksi. Hal ini menunjukkan seorang penderita yang sudah menunjukkan hasil negatif dengan pemeriksaan RT-PCR sebelumnya, masih memiliki kemungkinan untuk menjadi pembawa sifat. Sampel penelitian ini terbatas dalam jumlah kecil. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan kohor (kelompok) yang lebih besar dan dari latar belakang pekerjaan yang berbeda untuk menetapkan prognosis penyakit ini.

Epidemologi

Artikel utama: Pandemi COVID-19 (2019冠状病毒病)

Angka mortalitas dan morbiditas secara keseluruhan karena infeksi virus belum ditetapkan dengan baik; sementara tingkat fatalitas kasus berubah dari waktu ke waktu dalam pandemi koronavirus ini. Perbandingan infeksi yang berkembang menjadi penyakit yang dapat didiagnosis tetap tidak jelas. Namun, penelitian pendahuluan telah menghasilkan tingkat kematian kasus antara 2% hingga 3% dan WHO mengusulkan bahwa tingkat kematian kasus adalah sekitar 3% pada Januari 2020. Sebuah studi pra-cetak Imperial College London pada 55 kasus fatal mencatat bahwa perkiraan awal kematian mungkin terlalu tinggi karena infeksi asimptomatik tidak terjawab. Mereka memperkirakan rasio fatalitas infeksi rata-rata (mortalitas di antara yang terinfeksi) berkisar dari 0,8% ketika termasuk pembawa asimptomatik hingga 18% ketika hanya memasukkan kasus simptomatik dari provinsi Hubei.

Penelitian


Vaksin


Banyak organisasi menggunakan genom yang diterbitkan untuk mengembangkan kemungkinan vaksin terhadap SARS-CoV-2. Badan yang mengembangkan vaksin terdiri dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tiongkok, Universitas Hong Kong, dan Rumah Sakit Shanghai Timur. Tiga proyek vaksin ini sedang didukung oleh Koalisi Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI), termasuk satu proyek perusahaan bioteknologi Moderna dan proyek lainnya oleh Universitas Queensland Australia. Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat (NIH) bekerja sama dengan Moderna untuk membuat vaksin RNA yang cocok dengan protein permukaan (protein spike) koronavirus dan diharapkan untuk memulai produksi pada Mei 2020. Di Australia, Universitas Queensland sedang menyelidiki potensi vaksin penjepit molekuler yang secara genetik akan memodifikasi protein virus untuk membuatnya meniru koronavirus dan merangsang reaksi kekebalan. Di Kanada, Pusat Vaksin Internasional (VIDO-InterVac) di Universitas Saskatchewan mulai mengembangkan vaksin serta menargetkan produksi vaksin dan pengujian terhadap hewan pada Maret 2020 dan pengujian terhadap manusia pada 2021.

Pada akhir Januari 2020, Janssen Pharmaceutica mulai bekerja mengembangkan vaksin dengan memanfaatkan teknologi yang sama yang digunakan untuk membuat percobaan vaksin Ebola. Pada bulan berikutnya, Badan Penelitian dan Pengembangan Biomedis Lanjutan Kementerian Kesehatan dan Layanan Masyarakat Amerika Serikat (BARDA) mengumumkan bahwa mereka akan berkolaborasi dengan Janssen dan Sanofi Pasteur (Divisi vaksin Sanofi) untuk mengembangkan vaksin. Sanofi sebelumnya telah mengembangkan vaksin untuk SARS dan mulai berharap memiliki calon vaksin dalam waktu enam bulan yang dapat siap untuk diuji pada orang dalam satu tahun hingga 18 bulan.

Antivirus


Penelitian tentang perawatan potensial untuk penyakit ini dimulai pada Januari 2020 dan beberapa obat antivirus sudah dalam uji klinis. Meskipun obat yang benar-benar baru mungkin membutuhkan waktu hingga 2021 untuk berkembang, beberapa obat yang sedang diuji sudah disetujui untuk indikasi antivirus lain atau sudah dalam pengujian lanjutan. Antivirus yang diuji seperti inhibitor RNA polimerase remdesivir, interferon beta, triazavirin, klorokuin, dan kombinasi lopinavir/ritonavir (Kaletra). Obat lain yang sedang diuji termasuk galidesivir, antivirus spektrum luas yang merupakan inhibitor RNA polimerase nukleosida; REGN3048-3051 (Regeneron), kombinasi dua antibodi monoklonal penawar; darunavir/cobicistat, obat yang disetujui untuk HIV; dan PRO 140, sebuah penelitian tentang pengobatan potensial untuk penyakit ini dimulai pada Januari 2020 dan beberapa obat antivirus sudah dalam uji klinis. Karena memiliki efek terhadap koronavirus lainnya dan mode tindakan yang menunjukkan pengobatan tersebut mungkin efektif, kombinasi lopinavir/ritonavir telah menjadi target penelitian dan analisis yang signifikan.

Penamaan


Pada 11 Februari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia mengumumkan bahwa "COVID-19" akan menjadi nama resmi dari penyakit ini. Direktur WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kata "co" adalah singkatan dari "corona" (korona), "vi" untuk "virus", dan "d" untuk "disease" (penyakit), sementara "19" adalah untuk tahun itu (2019) karena wabah tersebut pertama kali diidentifikasi pada tanggal 31 Desember 2019. Tedros mengatakan bahwa nama tersebut dipilih untuk menghindari referensi ke lokasi geografis tertentu, spesies hewan atau kelompok orang sesuai dengan rekomendasi internasional untuk penamaan yang bertujuan mencegah stigmatisasi.

https://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_koronavirus_2019




Tidak ada komentar:

Posting Komentar