Selasa, 21 April 2020

Dilarang Mudik

Larangan Mudik Lebaran Mulai Berlaku Jumat 24 April 2020


Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk melarang mudik lebaran 2020 di tengah pandemi virus corona (covid-19). Pelarangan mudik ini untuk mencegah perluasan penyebaran virus corona di wilayah Indonesia.



Menteri Perhubungan ad interim Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan larangan mudik saat Ramadan maupun Idulfitri 1441 Hijriah itu berlaku untuk wilayah Jabodetabek, wilayah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dan zona merah penularan virus corona.

"Saya mau menyampaikan hasil rapat presiden tadi sudah memutuskan larangan mudik. Jadi mempertimbangkan situasi dan kondisi berdasarkan survei Kemenhub, masih didapat 24 persen warga yang berkeras mudik. Kita sudah sosialisasi jangan mudik atau tidak anjurkan mudik. Namun, dari hasil survei masih 24 persen [yang mudik]," ujar Luhut yang juga Menko Kemaritiman dan Investasi tersebut usai mengikuti rapat terbatas dengan Jokowi, Jakarta, Selasa (21/4/2020).



"Larangan mudik berlaku efektif Jumat, 24 April 2020," imbuh Luhut.

Lebih lanjut, Luhut menegaskan nantinya masyarakat tak diperbolehkan untuk keluar masuk wilayah Jabodetabek, juga wilayah yang sudah ditetapkan lain. Meski demikian, transportasi massal masih diperbolehkan untuk memudahkan tenaga kesehatan dan lainnya yang mendukung penanganan virus corona.



"Sanksi-sanksinya efektif ditegakkan 7 Mei 2020. Strategi pemerintah secara bertahap. Kalau bahasa militernya bertahap, bertingkat, berlanjut. jadi tidak ujug-ujug bikin, harus secara matang, cermat," kata Luhut.



Sebelumnya,  saat membuka rapat terbatas melalui video conference di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa siang (21/04/2020).



Ia menjelaskan langkah tersebut diambil usai pemerintah melakukan pelarangan mudik bagi para pekerja di instutusi pemerintahan yakni aparatur sipil negara (ASN) dan juga jajaran TNI/Polri.

Keputusan tersebut kemudian diambil usai pemerintah melakukan sejumlah kajian dan juga pendalaman langsung di lapangan. Selain itu, Kementerian Perhubungan pun diklaim telah melakukan survei terkait dengan pelarangan mudik tersebut.

"Disampaikan bahwa yang tidak mudik 68 persen. Yang tetap masih bersikeras mudik 24 persen. Yang sudah mudik 7 persen. Artinya masih ada angka yg sangat besar yaitu 24 persen tadi," kata Jokowi.






Luhut memaparkan, pemerintah masih membuka lalu lintas orang dalam wilayah Jabodetabek atau dikenal dengan istilah aglomerasi. Namun, masyarakat tidak diizinkan keluar masuk wilayah Jabodetabek.

Pergerakan hanya boleh berada di dalam wilayah Jabodetabek. Oleh sebab itu, pemerintah masih membuka operasional transportasi massal di dalam Jabodetabek seperti KRL.

"Hal ini untuk mempermudah masyarakat yang tetap bekerja khususnya tenaga kesehatan, cleaning service rumah sakit, dan sebagainya," tulis Luhut dalam keterangan tersebut.

Selain itu, pemerintah juga masih membuka operasional Jalan Tol. Hanya saja, operasional Jalan Tol dibatasi hanya untuk kendaraan logistik.

"Kami bersama dengan seluruh jajaran Kemenhub, Polri/TNI dan Kementerian/Lembaga terkait akan segera melakukan langkah-langkah persiapan teknis operasional di lapangan, termasuk memastikan arus logistik agar jangan sampai terhambat. Dalam hal ini, jalan tol tidak akan ditutup, tapi dibatasi hanya untuk kendaraan logistik," ungkap Luhut.

Sementara itu, untuk sanksinya, Kementerian Perhubungan sendiri sudah mulai menggarap aturan setingkat Peraturan Menteri untuk mengatur jalannya transportasi saat pelarangan mudik.

Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi menjelaskan bahwa sanksinya akan berpatokan pada UU no 6 tahun 2018 soal Kekarantinaan Kesehatan.

"Sanksinya itu ada di UU Karantina no 6 tahun 2018 ada itu. Saya nggak hapal persis, tapi mungkin akan kita ambil dari situ," jelas Budi kepada detikcom.

 

Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan




Pasal 9


  1. Setiap Orang wajib mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
  2. Setiap Orang berkewajiban ikut serta dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.

Bagian Kelima
Pembatasan Sosial Berskala Besar


Pasal 59


  1. Pembatasan Sosial Berskala Besar merupakan bagian dari respons Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
  2. Pembatasan Sosial Berskala Besar bertujuan mencegah meluasnya penyebaran penyakit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu.
  3. Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
    1. peliburan sekolah dan tempat kerja;
    2. pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau
    3. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
  4. Penyelenggaraan Pembatasan Sosial Berskala Besar berkoordinasi dan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

Pasal 93

Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-6-2018-kekarantinaan-kesehatan
 


Sanksinya menurut Budi paling berat bisa jadi terkena denda dan hukuman kurungan.

"Ada denda sama hukuman. Dendanya berapa lupa saya, dilihat UU-nya aja. Kalau hukuman ya mungkin kurungan." kata Budi.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar